19 Juli 2009

MY SWEET SEVEN-TEENS


By: Mas Gondrong

2 Januari 2008, California.

Sebuah surat kini aku genggam. Seribu pertanyaan menyerang dan memaksaku untuk membuka amplop yang sedang ku pegang. Aku sadar tiba tiba dari balik pintu kamarku terdengar langkah kaki. Langsung saja aku simpan surat itu di bawah bantal. “Erika, kamu tidak makan?” tanya sesosok perempuan yang baru saja masuk ke kamarku. “Ya, Ma, nanti Erika menyusul kok,” jawabku sambil merapikan tempat tidur yang berantakan. “Ya sudah kalau begitu mama tunggu di bawah ya!” kata Mama seraya melangkah keluar kamar. Setelah selesai merapikan kamarku, aku langsung turun dan makan malam bersama keluargaku.

Aku melangkah ke sebuah ruangan yang cukup besar. Di atas meja terdapat beragam makanan. Sepertinya menu malam ini lain dari biasanya. Padahal Thanksgiving telah usai bulan lalu. Ada steak dengan saus, kentang goreng, dan ayam panggang. Kulihat Daddy duduk di kursi makan di samping Mama. Adikku, Jane memandangku dengan penuh heran. “Ayo cepat duduk,” Jane memintaku untuk duduk di sebuah kursi di sampingnya. Aku terheran kenapa semuanya begitu meriah. Tidak sengaja aku mencium bau gosong. Kemudian dari arah dapur muncul beberapa orang sambil membawa kue ulang tahun. Serentak seluruh keluargaku menyanyikan lagu “Happy Birthday To You”

Oh My God, aku terheran. Hari ini adalah ulang tahunku. Aku sampai lupa dengan hari ulang tahunku sendiri. Seluruh ruangan berubah menjadi sangat meriah. Kue ulang tahun yang cukup besar dihiasi dengan lilin berbentuk angka 17. Ku lihat teman-temanku juga datang. Aku kagum dengan apa yang mereka berikan untukku hari ini. Sejenak aku mencari sosok yang aku harapkan. Namun aku tidak dapat menemukannya. Di tengah-tengah kebahagiaan itu aku mulai mengerutkan wajah. Tapi aku tidak ingin Daddy melihatnya. Aku menunggu kehadirannya di sini. Kemudian mereka semua membimbing aku untuk meniup lilinnya. Langsung saja aku membuat harapan sesaat sebelum ku tiup lilin itu. Lilin berbentuk 17 itu akhirnya padam. Artinya 17 tahun telah aku lewati bersama dengan orang-orang yang aku sayangi. Setelah itu aku harus memotong kuenya. Kini pisau aku genggam. Aku tidak tahu harus memotong dari bagian mana. Tiba-tiba sepasang tangan menggenggam tanganku dari belakang. Aku tidak sempat melihat siapa yang melakukannya. Aku rasakan tangan itu membimbingku untuk memotong kuenya. Akhirnya kue itu berhasil aku potong. Waktu itu merupakan saat yang tepat untuk melihat siapa yang ada di belakangku. Richard my lovely. Aku kaget bercampur senang melihatnya ada di sini. Tanpa pikir panjang aku langsung memberikan potongan kue itu untuknya. J