4 Agustus 2014

Pertama kali datang ke Solo, saya Gregetan dengan kos ini

Assalamualaikum,
Hello world! 

Bagaimana kabar pembaca semua? Mudah-mudahan sehat selalu serta dalam lindungan Allah SWT.

Jam dinding di rumah saya telah menunjukkan angka 1, pagi, ditemani lagu dari Slipknot yang baru saja diluncurkan.... Lagi gak bisa tidur, soalnya tadi udah tidur 3 jam wkwkwkw... Hari ini saya ingin berbagi sebuah pemikiran yang kadang-kadang bikin saya ganjel kayak bisul. Sering saya mendengar dan melihat keluhan yang ada di masyarakat atau kehidupan kita cuma di selesaikan secara superfisial saja dan gak sampai ke akar permasalahan.

Kembali saya teringat ketika saya pertama kali menginjakkan kaki di Solo. Saya mulai pindah kos dari Surabaya dan memboyong semua barang ke kamar baru. Waktu itu kamar kosku lembab dan sempit, belum pindah ke kamar yang gedhe kayak sekarang. (Muka senang)

Ada satu hal yang menggelitik hati saya. Yaitu kebiasaan penghuni kos disini ketika membuang sampah. Bisa dibilang waktu itu masih jahiliyah dalam hal kebersihan. Kenapa? Karena waktu itu saya heran ketika ada mas senior yang melemparkan sampah kamarnya di salah satu sudut ruang TV di lantai 2. Waktu itu ceritanya masih jadi anak baru, jadi saya gak mau banyak omong, 

cuma tanya -"lho mas kok sampahnya dibuang disitu?"-
"Ini kan tempat sampah"
Lalu aku coba mendekat, setelah aku korek-korek sedikit ternyata ada tempat sampah kecil yang udah ketutupan gunungan sampah...
"Eh iya bener? Tapi kan ntu sampahnya kecil dan udah penuh?" saya gak berani meneruskan...
"Iya anak disini udah SERING Gitu"
Haaahh???

Alhasil sampah di ruang TV pun menggunung, pojok ruangan deket tangga itu berubah menjadi gunungan sampah. Meskipun dengan dalih ada tempat sampah kecil disana. Apa yo gak nganggu kesehatan? *pikirku Kalo ada yang sakit -sempat ada yang sakit- cuma diobati tanpa dirubah gaya hidup kayak gini nie.
Kadang keranjang sampah yang kecil itu ditumpuk, dan kalo sudah penuh gak ada yang membuang di bawah, akhirnya menggunung sampai beminggu-minggu. Ini benar-benar kehidupan yang aneh... tidak ada ketua RT di kosan ini ataupun semacam kepala geng. Seolah-olah dunia di luar kamarnya bukan urusan dia. Dan kalo ada apa-apa selalu orang yang disalahkan pertama kali adalah orang disekitarnya. (Facepalm).
Tulisan semisal "Kalo sudah penuh, sampah tolong dibuang di bawah" sampai yang bernada sarkasme seperti "Hanya orang bodoh yang membuang sampah di tempat sampah yang sudah penuh" sudah tidak ampuh lagi kalo pola pikirnya seperti ini. Sudah berulang kali diingatkan tapi sepertinya bukan itu penyelesaian yang dibutuhkan.
#Ini pas zaman Jahiliyah

Sebelumnya, saya kuliah di jurusan Fisika di Surabaya dan waktu itu saya tinggal di asrama. Sekamar isinya 1-4 orang. Satu blok asrama bisa mencapai 40 orang dan semuanya dipimpin oleh 1 orang yang kita sebut PAK RT dan hanya di lantai blok kita yang punya Pak RT. Rasanya kesadaran bermasyarakat lebih terasa ketika saya di Surabaya daripada di Solo. Pak RT (Pemimpin) punya tugas dan peranan penting untuk membawa dan mengarahkan komunitasnya. Setiap ada gesekan kita bicaran dan rapatkan, lebih dibawa ke suasana yang humor pada intinya. Pada waktu di asrama kami selalu membagi jadwal piket untuk menjaga kebersihan walaupun ujungnya banyak pelanggaran tapi ada aturan yang berlaku di sana. Jadi baru terasa bahwa betapa pentingnya peran seorang leader dalam menciptakan keharmonisan dan perubahan.

Lalu kembali di suasan kos saya yang di Solo, saya hanya bisa mengamati perilaku anak-anak kos. Bodohnya saya kok bisa bertahan selama 1 tahun di sana dengan keadaan seperti itu. Walaupun setiap kali saya berusaha menyinyir mereka (tapi kok gak tega) tentang masalah kebersihan ruang TV ini. Sempat saya kumpulkan semua dan saya tanyakan, "Apa kalian merasa nyaman dengan kondisi ruang TV dengan tumpukkan sampah dipojokkan seperti ini?" - Semuanya jawabannya sama - retoris.
"Apa kalian gak sayang dengan kesehatan kalian?"
Saya lihat kamar mereka semuanya bersih - tapi mereka melupakan ruangan yang sering dipakai bersama. Meskipun seringkali kita nonton bola bareng disana.

Awal tahun kedua, tanpa pikir panjang saya beli ember besar, paling gedhe sesuai budget yang saya punya waktu itu, dengan penutupnya, saya taruh di dekat dinding. Pojokkan yang biasa dibuat tempat buang sampah sembarang saya blok menjadi tempat sepatu umum. 

Hasilnya... Tidak mengecewakan...

Hal ini berlaku untuk kehidupan yang lebih luas di masyarakat. Banyak orang yang berobat karena sakit dan akan terjadi seperti itu jika kualitas ekonomi dan sanitasinya tidak diperbaiki. Bakti sosial yang sifatnya memberikan tindakan segera itu perlu, namun pendidikan, ekonomi dan peningkatan infrastruktur primer jangka panjang itu lebih penting. Karena mencegah dan meningkatkan kualitas hidup lebih baik daripada mengobati penyakit. Ini merupakan bahan evaluasi terutama untuk saya pribadi, semoga kita bisa memetik hikmahnya. Aamiin.

Sebelumnya mf kalo tulisan ini terlalu random.
Thx, Wassalamualaikum.
Read More..